Jakarta,- | cendrawasihtv | Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jakarta Raya menyatakan komitmennya untuk melakukan advokasi terhadap para supir logistik dan buruh bongkar muat yang selama ini diduga menjadi korban praktik pungutan liar (pungli) dalam aktivitas bongkar muat kontainer di area operasional Meratus Line di Pelabuhan Tanjung Priok. Patut diduga praktik pungli ini telah berlangsung secara sistematis, dengan cara menarik uang dari supir maupun operator lapangan pada setiap proses bongkar muat, yang nilainya berkisar antara Rp20.000 hingga Rp50.000 per kontainer. Dalam konteks logistik nasional, pungli seperti ini bukan hanya memperburuk kesejahteraan para pekerja lapangan, tetapi juga menciptakan iklim logistik yang koruptif dan merusak sistem distribusi nasional dari dalam.
Ketua GPII Jakarta Raya Farid menilai bahwa “praktik pungli tersebut merupakan bentuk kejahatan struktural yang telah berlangsung lama dan dibiarkan tumbuh di tengah lemahnya pengawasan”. Dalam situasi ini, GPII tidak hanya berdiri di sisi para pekerja yang menjadi korban, tetapi juga mendorong akuntabilitas lembaga-lembaga yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap tata kelola pelabuhan. Oleh karena itu, GPII Jakarta secara tegas meminta kepada PT Pelindo selaku Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang mengelola kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, agar segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas bongkar muat, khususnya di wilayah yang melibatkan vendor Meratus Line.
Dugaan bahwa praktik pungli ini telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas, menjadi ancaman serius terhadap reputasi Pelindo sebagai pengelola pelabuhan nasional. Jika Pelindo tetap diam dan tidak melakukan langkah korektif, maka akan muncul persepsi bahwa perusahaan negara ini turut abai atau bahkan membiarkan praktik pemerasan terhadap tenaga kerja pelabuhan terjadi di bawah pengelolaannya.
GPII percaya bahwa pelabuhan bukan hanya ruang perniagaan, tetapi juga simbol tata kelola negara yang bersih dan efisien. Oleh sebab itu, langkah nyata dan keterbukaan informasi dari Pelindo dalam menanggapi dugaan pungli ini sangat dinantikan publik. GPII Jakarta sendiri akan terus mengawal isu ini melalui gerakan advokasi lapangan, pengumpulan bukti, dan pembukaan posko pengaduan bagi para supir logistik yang ingin bersuara. Bagi GPII, ini adalah perjuangan untuk keadilan sosial dan penguatan integritas sektor logistik nasional. Sudah saatnya para pelaku pungli dan aktor-aktor di baliknya dihadapkan pada proses hukum yang adil dan transparan, demi menyelamatkan wajah pelabuhan Indonesia dari praktik-praktik yang merusak.
(Rohena)